Tik..kritik..kritik..kretek..kretek…..tek.tek..tek……….Tttttttttt……………………
……………………….…………ttttttt……………………………………………………………………….
……………………….…………ttttttt……………………………………………………………………….
……………………………………………….
.............................
.............................
Begitulah kira
– kira awal bunyi dari air yang jatuh dari langit atau biasa disebut dengan
hujan. Yang jatuh membentur sisi – sisi genteng tanah liat di atap rumah. Satu,
dua, tiga susul – menyusul butir – butir air hujan jatuh membasahi tanah yang
sebenarnya belum terlalu “haus” karena masih terlihat lembab sisa hujan kemarin
sore. Irama air jatuh yang awalnya pelan kemudian berubah menjadi berkali –
kali lebih cepat. Seolah mereka saling berebut, berlomba - lomba untuk
menyentuh permukaan tanah. Terlihat di halaman rumah beberapa ekor ayam
berlarian berpencar mencari tempat berteduh, menghindar dari serbuan serpihan
air yang datang beratus, bahkan berribu – ribu meter dari atas langit.
Ternyata tidak
hanya air yang datang, Namun butir – butir hujan yang berjumlah jutaan ini biasanya
juga turut serta membawa sang kawan. Ya, siapa lagi kalau bukan angin. Datang
hampir selalu bersamaan dan bahkan hampir seirama pula. Hembusan angin yang
bergerak dengan irama yang pelan, kencang, pelan, terkadang malah hanya seperti
hembusan lirih. Secara tiba – tiba bisa mengamuk dan berhembus sangat kencang,
seperti seekor beruang yang telah diganggu dari tidur panjangnya. Angin
berlarian kesana kemari membuat goyah apapun yang dilewati.
Kombinasi dua
kawan sejoli ini sering sekali merepotkan benda – benda yang dilalui. Terlihat pohon – pohon terhuyung – huyung
seperti tidak siap menerima serangan sang angin. Melengkung ke kanan – ke kiri,
menguji kekuatan akar – akar kekar yang tertanam ke dalam bumi. Kadang – kadang
terbersit rasa iba saat pohon – pohon muda yang baru mencoba untuk bertahan
hidup sudah diuji sedemikian rupa, banyak yang lolos namun dengan pengorbanan
yang juga setimpal dengan nyawanya. Daunnya gugur, rantingnya patah, atau
batang utamanya yang terbelah, bahkan sampai ada yang hampir tercabut dari
tanah. Namun mereka masih tetap tegap mencoba meraih asa untuk tetap tumbuh
besar dan kekar, dengan harapan bisa bermanfaat bagi lingkungan sekitar. Bisa
menyebarkan udara – udara yang sehat dan segar, Bisa menjadi tempat berteduh
orang – orang yang menghindar dari teriknya sinar sang mentari, atau bisa juga
membagikan buah – buah manis nan lezat yang keluar dari bunga dan batang –
batang mereka. Memanglah Sang Maha Pencipta memang menciptakan segala sesuatu
di dunia ini pasti ada manfaatnya, Baik bagi dirinya sendiri maupun bagi lingkungan
sekitarnya. Hmmh Subhanallah….
GelllegArrr!!!........
Astagfirullah
hal’azdim…. Tidak cukup hanya angin dan hujan saja yang datang berkunjung.
Ternyata duo kilat dan petir datang juga. Makin semaraklah hujan sore ini, kilat
dengan kecepatannya mengeluarkan cahaya – cahaya terang menyilaukan mata
membentuk seperti jarum tak beraturan yang terlihat coba menggapai - gapai dataran bumi. Mengintimidasi
benda – benda yang ada di bawahnya dengan kilatan – kilatan kasarnya. Sementara
petir? Dia tetap dengan geraman, dan raungannya. Menggelegar, mengubah suasana yang
tadinya hanya diisi suara hujan dan angin menjadi kian hingar bingar,
mendengarnya kita seolah – olah membayangkan ada sosok raksasa hitam besar yang
berjaga – jaga di balik kelamnya awan. Hujan, angin, kilat dan petir mewarnai
sore ini, membuat setiap insan yang ada di bumi Angling Dharma ini ingin
berlindung ke peraduannya masing – masing.
Banyak hal
yang bisa dilakukan saat menunggu hujan berhenti selain memandang jendela yang
perlahan – lahan diselimuti embun. Kamu bisa membaca, menulis, menyanyi,
menari, melukis, mewarnai, dan banyak lagi. Karena kalau dipikir – pikir, hujan
ini memberi kita waktu “luang” untuk melakukan kegiatan yang mungkin tidak bisa
kita lakukan saat terang.
Seiring dengan
irama hujan yang mereda, hari beranjak petang, dan gelap mulai datang. Terlihat
lampu – lampu jalan mulai menyala, menerangi rumput - rumput yang kelihatan
segar karena dihiasai oleh bulir – bulir air. Kelap – kelip cahaya lampu di
kejauhan mulai bermunculan, disambut oleh nyanyian katak – katak yang senang
karena hujan tadi telah datang dan tak mau kalah, terdengar suara jangkrik yang
juga mengiringi peralihan hari. Dengan suasana selepas hujan yang dingin dan
khas, aku semakin tenggelam dalam kegiatanku mengetukan jari - jemariku dalam
tuts keyboard. Mengalir perlahan, lembar demi lembar tulisan spontan yang
terpikirkan kuabadikan dalam tulisan. Hingga keasyikanku terhenti saat
mendengar adzan maghrib telah berkumandang. Alhamdulillah…… saatnya menghadap
Sang Maha Kuasa dan Sang Maha Pencipta Alam Semesta, berharap apa yang telah
dan akan kulakukan tetap lurus dan senantiasa
berada di jalan-Nya. Amien…………
Mungkin
postingan kali ini cukup sekian dulu ya, karena saya akan memenuhi panggilan
alam.
see you on the next post………
Note:
Hehe maaf bila postingan kali ini agak terlihat
melankolis, cz baru abis baca buku yang tidak kalah melownya, jadi ikut
ketularan deh… J
Tidak ada komentar:
Posting Komentar